PROFIL PENGELOLA

Decky Zulkarnain S.Sos,I, M.M, saat ini aktif sebagai pembimbing rohani sekaligus trainer di Badan Koordinasi Bimbingan dan Rohani Islam Nasional (BKBRIN) yang berpusat di Jakarta. Selain sebagai Trainer Remaja Modul (Motivasi, Team Work, Religious) kini tengah meniti karir sebagai guru Bimbingan Konseling di SMA Labschool Cinere. Sekaligus Pemilik dari Al-Amanah Advertising>>>

TENTANG BLOG INI

Assalamu'alaikum wr. wb.. Selamat datang di Decky's Blog dan selamat berpetualang di blog kami yang kaya akan materi-materi coaching, tips dan trik seputar motivasi dan inspirasi hidup yang lahir dari beragam pengalam maupun studi kasus atas berbagai fenomena menarik yang penuh hikmah >>>

Menurut catatan, dalam perjalanannya, perahu layar Habib Hasan lalu dibom oleh Belanda. Bom itu meleset, tapi kemudian ombak besar menggulung kapal yang ditumpangi sang Habib. Akibat ombak besar, perahu tersebut tenggelam, mengakibatkan wafatnya Habib Hasan bin Muhammad Al-Hadad yang dijuluki Mbah Priok. Nama lengkapnya Al Imam Al`Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad RA.





Jasadnya kemudian ditemukan penduduk. Di samping jasadnya ditemukan periuk nasi. Setelah dimakamkan, periuk nasi itu serta dayung perahu kemudian diletakkan di makamnya, sekaligus sebagai nisan yang menandai makamnya. Mitos berbau mistik yang dihubungkan dengan periuk nasi itu, kemudian berkembang menjadi kisah turun temurun. Misalnya periuk nasi itu seakan mengeluarkan cahaya, atau nampak seakan-akan membesar, dan mitos lainnya. Mitos tentang periuk ini begitu melekat, sehingga penduduk menamakannya Mbah Priok. Terilhami dari kata periuk nasi. Dari kata ini, daerah di sekitarnya kemudian dinamakan Tanjung Priok.

Di balik segala mitos itu, satu hal yang tidak dilupakan masyarakat, yaitu Habib Hasan bin Muhammad Al-Hadad atau Mbah Priok kemudian dihormati sebagai tokoh yang gugur karena tujuan mulia, yaitu ingin menyiarkan dakwah kebenaran dan kebaikan melalui Islam. Hal ini pula yang menimbulkan kemarahan masyarakat, yang menilai Pemda kurang menghargai jejak historis yang turun-temurun sudah hidup menjadi legenda sekaligus peninggalan sejarah yang sangat berarti bagi rakyat.

Ada yang menarik di balik cerita tentang Mbah Priok. Disebut-sebut juga bahwa beliau pernah berkunjung ke Hadramaut di Yaman semenanjung Arab tanah leluhurnya, sekaligus ingin menengok adiknya yang sedang belajar di sana.



Illustrasi kuno tentang kostum orang Yaman


Mbah Priok lahir di Palembang. Namun Mbah Priok atau Habib Hasan bin Muhammad Al-Hadad adalah keturunan Arab yang berasal dari Hadramaut/Hadhrmawt/Hadhramout, Yaman yang terletak di pantai selatan semenanjung Arab. Dalam kitab Taurat (Genesis 10-26-28), nama Hadramaut disebut Hazarmaveth.

Antara Palembang dan Hadramaut memang ada latar belakang sejarahnya. Menurut penelitian Van den Berg, sebelum abad ke-19, masuknya orang-orang Hadramaut sebagian besar melalui Aceh sebagai pintu pertama, namun akhirnya lebih memilih menetap di pelabuhan berikutnya, yaitu Palembang. Sebabnya, karena umumnya ulama Hadramaut akhirnya berhasil mendapat tempat yang baik di Kesultanan Palembang. Jalinan baik antara kesultanan dengan para ulama, habib dan wali asal Hadramaut di Yaman, akhirnya membina ikatan batin yang kuat antara Palembang dan Hadramaut.



Illustrasi kuno, Palembang Juni 1821


Di abad lampau pelabuhan Palembang tergolong pelabuhan perdagangan penting. Maklum, sejak jaman kerajaan Sriwijaya Palembang telah dikenal sebagai kota penting sebelum akhirnya pindah ke Jambi. Di masa lalu Palembang tercatat pernah menjadi lintas transaksi perdagangan dunia, di antaranya dengan Arab. Letaknya sebagai poros perdagangan strategis ketika itu, membuat Palembang banyak disinggahi kaum pedagang sekaligus penyebar syiar Islam dari jazirah Arab.

Sebagian besar pedagang dan ulama Arab yang berdatangan ke Indonesia umumnya dan Palembang khususnya, berasal dari Hadramaut, Yaman Selatan. Orang Hadramaut disebut-sebut umumnya adalah keturunan ke-12 Nabi Muhammad. Sebagian di antara kaum Hadramaut yang tiba di Palembang, tadinya datang untuk berdagang dan menyiarkan agama. Namun setelahnya mereka bermukim secara tetap di Palembang dan beranak-cucu. Banyak di antara keturunannya yang tetap aktif menyebarkan syiar Islam. Karena misi itu jugalah, keturunan Hadramaut akhirnya lalu berkelana dan tersebar di seluruh nusantara. Salah satu keturunannya, termasuk Mbah Priok.

Peran dan sumbangsih kaum keturunan Hadramaut bagi perjuangan bangsa di Indonesia, turut tercatat dalam sejarah. Sebetulnya selain Mbah Priok, masih ada lagi keturunan Hadramaut yang namanya menjadi asal-usul nama daerah di Jakarta.



Tanjung Priok tempo doeloe, berasal dari nama Mbah Priok


Kalau anda menelusuri jalan Gajah Mada menuju Jakarta Kota, maka anda akan sampai ke jalan Alaydrus, bersebelahan dengan jalan KH Hasyim Asyhari. Nama jalan itu pun berasal dari seorang ulama keturunan Hadramaut, yaitu Habib Abdullah bin Husein Alaydrus, yang meninggal tahun 1936. (Leluhurnya, Al Habib Abdullah bin Idrus Alaydrus juga keturunan Hadramaut yang dulu bermukim di Palembang. Makamnya terletak di dekat makam Sultan Palembang, Sultan Mahmud Badaruddin I).

Alaydrus, seorang juragan kaya di jamannya, namanya menjadi nama jalan di Jakarta. Karena 80 gedung di jalan itu dan dan 25 gedung di dekatnya, jalan Gajah Mada beserta lahannya adalah milik Alaydrus. Di Jati Petamburan dia juga memiliki tanah seluas 11,5 ha. Di jaman Belanda, masih ada tanah di sekitar situ yang juga diberi nama jalan sesuai dengan nama anak Alaydrus, yaitu Husein Laan dan Ismail Laan. Menurut catatan Van den Berg, Alaydrus berjasa membantu perang Aceh, membangun pendidikan Islam modern pertama di Jakarta (Jamiatul Kheir), dan membantu perluasan mesjid tua An-Nawir di Pekojan Barat. Begitulah, peran keturunan Arab-Hadramaut sejak Mbah Priok sampai generasi sekarang tidak terlepas dari sejarah perjalanan bangsa.


Pasca kemerdekaan, orang Hadramaut yang menjadi publik figur di antaranya Ali Alatas (mantan Menlu), Fadel Muhammad (Gubernur Gorontalo), Fuad Hasan (mantan Mendikbud), Lutfiah Sungkar (ustadzah), Quraish Shihab (mantan Menag), Motinggo Busye alias Bustomi Bawazier (novelis), Abdurrahman Saleh (mantan Jaksa Agung), Muchsin Alatas (penyanyi dangdut), Ahmad Albar (rocker), Alwi Shihab (mantan menlu), Munir (aktivis HAM), Ali Shahab (budayawan Betawi, wartawan), dan masih sederet nama lain. Bahkan Van Den Berg mencatat, diduga di antara Wali Songo ada juga yang keturunan Hadramaut. Dari sini bermula hikayat bahwa di antara Wali Songo ada yang masih keturunan Nabi Muhammad. Karena orang-orang Hadramaut juga dipercaya merupakan keturunan ke-12 Nabi Muhammad. Untuk membuktikan apakah benar demikian, tentu diperlukan penelusuran lebih mendalam.

0 komentar:

Posting Komentar



Posting Komentar

Isikan Pendapatmu

 
free search engine website submission top optimization